Rabu, 22 Oktober 2014

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Memahami tatacara shalat jama’ah dan munfarid



NAMA : SAPRIADI
NIM     :151.111.048
KLS      : VI Fiqih A PAI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Sikanatuan pendikan
:
Pendidikan Agama Islam
Kelas/Semester
Satuan bahasan
Pertemuan
Alokasi Waktu                
:
:
:
:
3 (Tiga)
Memahami tatacara shalat jama’ah dan  munfarid (sendiri).
2 (Kedua)
2 x 60 Menit




A.     KOMPETENSI DASAR   
Mempraktikkan shalat jama’ah dan shalat munfarid (sendiri)
B.     INDIKATOR KOMPETENSI
  1. Siswa dapat memahami tatacara shalat jama’ah dengan percaya diri dan santun.
  2. Siswa dapat memahami tatacara shalat munfarid dengan percaya diri dan santun.
  3. Siswa dapat mempraktikkan shalat jama’ah dengan percaya diri dan disiplin.
  4. Siswa dapat mempraktikkan shalat munfarid dengan percaya diri dan disiplin.
C.      TUJUAN PEMBELAJARAN
Mempraktikkan shalat jama’ah dan shalat munfarid (sendiri)
D.     MATERI PEMBELAJARAN
1.      Tatacara shalat jama’ah.
2.      Tatacara shalat munfarid
3.      Praktik shalat jama’ah dan munfarid
E.      METODE PEMBELAJARAN
  1. Membaca buku                                                       
  2. Diskusi
  3. Presentasi
4.      Tanya jawab
5.      Praktik

F.      KEGIATAN PEMBELAJARAN   
1.     Kegiatan membuka (15 menit)
a.       Memberi salam dan memulai pelajaran dengan membaca basmalah dan berdoa.
b.      Motivasi:
-       Peserta didik diminta untuk berpikir sejenak tentang shalat , lalu ditanya: “Apakah Kalian sudah melakukan shalat ?”
c.       Guru menginformasikan tujuan pembelajaran.
  1. Kegiatan inti (80 Menit)
a.       Peserta didik dibagi dalam empat kelompok.
b.      Masing-masing kelompok diberi tugas untuk mendiskusikan:
-       Kelompok 1: Tatacara melaksanakan shalat jama’ah
-       Kelompok 2: Tatacara melaksanakan shalat munfarid
-       Kelompok 3: Langkah-langkah untuk melaksanakan shalat jama’ah
-       Kelompok 4: Langkah-langkah untuk melaksanakan shalat munfarid
  1. Setiap kelompok membuat laporan hasil diskusinya lalu mempresentasikannya di depan kelas dan kelompok lain memberikan tanggapan sehingga semua berhasil merumuskan tatacara dan langkah-langkah pelaksanaan shalat jama’ah dan munfarid.
  2. Guru menunjuk seorang siswa untuk mempraktikkan shalat Maghrib secara munfarid (sendiri) di depan kelas dan siswa-siswa lainnya diminta untuk mengamatinya.
  3. Setelah itu guru meminta siswa untuk memberikan komentar mengenai praktik shalat munfarid tadi.
  4. Guru meminta lima orang maju ke depan untuk mempraktikkan shalat Maghrib berjama’ah dan siswa-siswa lainnya memperhatikan praktik shalat jama’ah tersebut dan diminta komentarnya.
  1. Penutup (15 menit)
-       Guru bersama siswa menyimpulkan pelajaran
-       Penilaian
G.     SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
a.       Alat dan media          : Peserta didik
b.      Sumber belajar          :
  1. Buku-buku tentang shalat, khususnya shalat jama’ah
  2. Buku Ajar (Paket) Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VII
  3. Peserta didik
H.    PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
1.      Tehnik penilaian proses                   : Perbuatan
2.      Tehnik penilaian hasil                                  : Ulangan harian
3.      Kunci dan pedoman penilaian         : Soal



Mengwtahui,
Kepala sekolah




Dr. Achsanuddin M.Pd
 NIP.150.196.901
Mataram 7 Afril
guru




Sapriadi
NIP.15111048


BAHAN AJAR

SHALAT JAMA’AH DAN MUNFARID


A.  Pengertian Shalat Jama’ah dan Shalat Munfarid
Shalat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu sendirian dan berjama’ah. Shalat sendirian sering disebut dengan shalat munfarid. Shalat bersama atau shalat jama’ah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan cara salah seorang menjadi imam dan lainnya menjadi makmum dengan syarat-syarat tertentu.
Tatacara pelaksanaan shalat munfarid sama seperti tatacara pelaksanaan shalat pada umumnya seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Yang perlu diperhatikan terkait dengan shalat munfarid adalah tatacara dan langkah-langkah shalat pada umumnya (shalat wajib), juga persyaratan dan rukun shalat, serta gerak-gerik dan bacaan-bacaan shalat.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah muakkad, artinya shalat jama’ah sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sebagian ulama lainnya ada yang berpendapat hukum shalat jama’ah adalah fardlu ‘ain dan sebagiannya lagi fardlu kifayah. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa Nabi Saw. melakukan shalat jama’ah beserta para sahabatnya dengan beliau menjadi imam dan para sahabat menjadi makmumnya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:

وَإِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ (النساء: 102).

Artinya: “Apabila engkau (Nabi Saw.) beserta mereka dalam peperangan, sedang engkau hendak melakukan shalat dengan mereka, maka hendaklah sebagian mereka berdiri untuk shalat bersama engkau.” (QS. an-Nisa’ (4): 102).

Dilihat dari keutamaannya, shalat jama’ah jauh lebih utama dibandingkan dengan shalat sendirian (munfarid). Keutamaan shalat jama’ah ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam salah satu hadits sebagai berikut:

صَلاَةُ اْلجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ اْلفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً (رواه البخاري ومسلم عن ابن عمر).

Artinya: “Shalat jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan keutamaan dua puluh tujuh derajat.” (HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar).

Dari hadits di atas jelaslah bahwa shalat jama’ah lebih utama dibandingkan dengan shalat sendirian, dengan keutamaan yang sangat tinggi, yakni 27 kali lipat shalat sendirian. Shalat jama’ah bisa dilaksanakan di masjid, mushalla, atau tempat-tempat lain, tetapi yang paling utama adalah di masjid. Shalat jama’ah di masjid jauh lebih utama dibandingkan dengan shalat jama’ah di rumah. Hadits-hadits Nabi banyak yang mengisyaratkan tentang keutamaan shalat jama’ah di masjid, seperti sabda Nabi Saw.:

لاَصَلاَةَ لِجَارِ اْلمَسْجِدِ إِلاَّ فِى اْلمَسْجِدِ (رواه الدارقطنى والجابر والحاكم عن أبى هريرة).

Artinya: “Tidak (sempurna) shalat bagi tetangga masjid kecuali di masjid.” (HR. ad-Daruquthni, Jabir, dan al-Hakim, dari Abu Hurairah).

Nabi Saw. juga bersabda:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يُجِبْ بِغَيْرِ عُذْرٍ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ (رواه أحمد).
Artinya: “Barang siapa mendengar seruan azan, lalu dia tidak menjawab (memenuhi seruannya), dengan tanpa uzur, maka tidak (sempurna) shalatnya.” (HR. Ahmad).

Dari dua hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi sangat menganjurkan shalat jama’ah di masjid, terutama bagi kaum Muslim yang tinggal di sekitar masjid, atau yang dapat mendengar seruan azan. Dari sini juga sebagian ulama mewajibkan shalat jama’ah di masjid bagi siapa yang mendengar seruan azan, dan jika dia melakukan shalat di rumah, maka dia akan berdosa, dan shalatnya dinilai tidak sempurna.

B.     Syarat Shalat Jama’ah
Untuk sempurnanya shalat jama’ah, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat ini terutama terkait dengan imam dan makmum yang merupakan bagian pokok dari shalat jama’ah. Posisi imam berada di depan dan makmum berada di belakangnya. Dalam shalat jama’ah ini imam dan makmum harus berada dalam satu tempat.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi bagi imam dalam shalat jama’ah adalah seperti berikut:
1.        Imam hendaklah orang yang memiliki pengetahuan agama yang lebih dibanding makmumnya.
2.        Imam hendaklah orang yang lebih fasih bacaan al-Quran.
3.        Imam hendaklah orang yang memahami ketentuan-ketentuan shalat.
4.        Imam hendaklah orang yang berakhlak mulia sehingga tidak dibenci oleh makmumnya.
5.        Imam hendaklah orang yang lebih tua di antara jama’ah.
6.        Imam hendaklah berdiri di depan makmum.
7.        Imam hendaklah orang yang tidak terpengaruh dan tidak mengikuti orang lain.
8.        Imam hendaklah memperhatikan shaf (barisan) makmum/jama’ah.
9.        Imam hendaklah berniat menjadi imam, meskipun tidak wajib.
10.    Jika jama’ahnya terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka imamnya harus laki-laki. Orang perempuan boleh menjadi imam jika jama’ahnya hanya terdiri dari kaum perempuan.

Sedang persyaratan yang harus dipenuhi oleh makmum dalam shalat jama’ah adalah seperti berikut:
1.        Makmum harus berniat menjadi makmum.
2.        Makmum hendaklah mengetahui dan mengikuti gerak-gerik imam.
3.        Makmum hendaklah mendengar bacaan imam.
4.        Makmum tidak boleh mendahului imam.
5.        Makmum harus berada satu tempat dengan imam.
6.        Makmum harus berdiri di belakang imam.
7.        Makmum harus melaksanakan shalat yang sama dengan imam.
8.        Jika imam selesai membaca surat al-Fatihah yang dikeraskan, makmum hendaklah membaca amin dengan suara keras.
9.        Makmum hendaklah membaca semua bacaan shalat dengan suara pelan (tidak keras), kecuali bacaan amin.
10.    Makmum laki-laki tidak dibolehkan mengikuti imam perempuan.
11.    Salah seorang makmum harus menggantikan kedudukan imam dengan berdiri di depan, jika imam batal shalatnya.
12.    Makmum berkewajiban mengingatkan imam yang lupa, bagi makmum laki-laki dengan mengucapkan tasbih (membaca سُبْحَانَ اللهِ) dan bagi makmum perempuan dengan bertepuk tangan.

C.    Hal-hal Penting dalam Shalat Jama’ah
Di samping persyaratan penting dalam shalat jama’ah seperti di atas, masih banyak hal yang penting yang harus diperhatikan dalam melakukan shalat jama’ah. Di antara hal-hal penting tersebut adalah seperti berikut:
1.      Dalam melakukan shalat jama’ah, semakin banyak jama’ahnya akan semakin baik.
2.      Makmum yang mengikuti shalat jama’ah sejak awal atau bersamaan dengan imam (muwafiq) lebih baik daripada makmum yang ketinggalan rekaat pertama imam (masbuq).
3.      Imam hendaklah memperpendek bacaan al-Qurannya, kecuali jika makmum menghendaki bacaan yang panjang.
4.      Susunan shaf (barisan) bagi makmum, jika makmumnya hanya seorang, hendaklah berdiri di sebelah kanan imam dan agak ke belakang sedikit. Jika datang seorang lagi untuk ikut berjama’ah hendaklah berdiri di sebelah kiri imam, lalu imam maju ke depan atau kedua makmum itu mundur ke belakang.
5.      Jika susunan jama’ahnya ada anak-anak dan kaum perempuan, maka susunannya adalah sebagai berikut:
a.    Shaf pertama (bagian depan) diisi oleh jama’ah laki-laki dewasa
b.   Shaf kedua (bagian tengah) diisi oleh jama’ah anak-anak, yang laki-laki di depan yang perempuan.
c.    Shaf ketiga (bagian belakang) diisi oleh jama’ah perempuan.
6.        Secara umum, makmum ada dua macam, yaitu makmum yang mengikuti imam sejak awal/takbiratul ihram (makmum muwafiq) dan makmum yang ketinggalan rekaat pertama imam (makmum masbuq). Bagi makmum masbuq, ketentuannya seperti berikut:
a.      Makmum masbuq harus bertakbir dan niat mengikuti imam lalu langsung mengikuti gerak-gerik imam. Terkait dengan ini Nabi Saw. bersabda:

مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا (رواه البخاري ومسلم).
Artinya: “Bagaimanapun keadaan imam yang kamu dapatkan, maka hendaklah kamu ikuti, dan yang ketinggalan hendaklah kamu sempurnakan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

b.      Jika ia mengikuti imam pada rekaat pertama, maka hendaklah ia langsung takbir dan membaca surat al-Fatihah. Jika belum selesai membaca al-Fatihah, imam melakukan ruku’, maka segeralah ia ikut ruku’, dan ini sudah dihitung mendapat satu rekaat.
c.       Jika ia mendapatkan ruku’ bersama imam pada rekaat pertama meskipun sebentar (asal mendapatkan thuma’ninah/sempurna), maka ia dianggap mendapatkan satu rekaat dan salamnya bersamaan dengan imam.
d.     Jika ia mengikuti imam setelah ruku’ rekaat pertama, maka ia harus menambah kekurangan rekaatnya setelah imam melakukan salam.
       Terkait dengan ini Nabi bersabda:

إِذَا جِئْتُمْ إِلىَ الصَّلاَةِ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعُدُّوْهَا شَيْئاً وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ (رواه ابن ماجه).

Artinya: “Apabila kamu datang ke tempat shalat sedang kami (Nabi) sedang bersujud, maka sujudlah kamu dan janganlah kamu menghitung apa-apa. Barang siapa mendapatkan satu rekaat maka sesungguhnya ia mendapatkan shalat (yang lengkap).” (HR. Abu Daud).


D.      Halangan Shalat Jama’ah
Pada prinsipnya shalat jama’ah sangat dianjurkan oleh Nabi Saw., namun karena beberapa hal (halangan) shalat jama’ah boleh kita tinggalkan. Hal-hal yang membolehkan kita untuk tidak (yang menghalangi kita) melakukan shalat jama’ah adalah seperti berikut:
1.      Karena hujan lebat sehingga menghalangi kita untuk datang ke tempat shalat jama’ah.
2.      Karena angin topan atau udara terlalu dingin.
3.      Karena sakit yang menyusahkan kita datang ke tempat shalat jama’ah.
4.      Karena lapar dan haus, padahal makanan sudah dihidangkan.
5.      Karena baru makan makanan yang baunya kurang sedap.
6.      Karena mau buang air besar atau kecil.
7.      Karena takut ada bahaya yang menimpa.


E.     Mempraktikkan Shalat Jama’ah
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang shalat jama’ah seperti di atas, dapatlah kalian mempraktikkan shalat jama’ah sebagaimana shalat sendirian (munfarid) seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya. Untuk mempraktikkan shalat jama’ah perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Perhatikan cara-cara mempraktikkan shalat seperti di atas.
2.      Shalat jama’ah hendaklah diawali dengan adzan dan iqamah. Namun, kalau tidak memungkinkan, cukup dengan iqamah saja.
3.      Tentukan siapa yang paling utama untuk menjadi imam sesuai dengan kriteria yang disebutkan di atas.
4.      Dalam shalat jama’ah ini ada bacaan yang harus dinyaringkan (jahr) dan ada bacaan yang harus dilirihkan (sirr), terutama oleh imam.
Bacaan yang harus nyaring (jahr) adalah:
a.      Bacaan-bacaan takbiratulihram, semua takbir intiqal, tasmi’, dan salam pada semua shalat.
b.     Bacaan surat al-Fatihah dan ayat-ayat al-Quran pilihan pada shalat Subuh serta dua rekaat pertama shalat Maghrib dan Isya’. Hal ini juga berlaku pada shalat Jum’at, shalat ‘Idain (dua hariraya), shalat Tarwih, shalat Witir, shalat Gerhana, dan shalat Istisqa’ (minta hujan).
c.      Bacaan amin bagi imam dan makmum sehabis imam membaca surat al-Fatihah yang dinyaringkan.
Bacaan-bacaan selain yang dinyaringkan seperti di atas harus dibaca lirih (sirr).
5.      Makmum harus selalu mengikuti gerakan imam dan jangan sampai mendahuluinya.
6.      Sehabis salam, imam boleh membaca dzikir dan doa bersama-sama dengan makmum atau membacanya sendiri-sendiri.

F.      Fungsi Shalat Jama’ah
Di atas sudah dikemukakan beberapa fungsi shalat secara umum. Di samping itu, dapat dikemukakan secara khusus fungsi atau hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat jama’ah, di antaranya sebagai berikut:
1.      Shalat jama’ah memberi pelajaran yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat. Kita diajarkan bagaimana cara bermasyarakat melalui shalat jama’ah. Dengan shalat jama’ah kita akan saling bersilaturrahim dan saling mengenal antar saudara sesama Muslim dan akan memahami keadaan mereka masing-masing. Hubungan di antara mereka sangat akrab tidak saling bermusuhan, karena mereka bersatu di bawah seruan dan ajakan sang imam untuk menuju arah yang sama, yakni meraih keridoan Allah Swt.
2.      Shalat jama’ah juga mengajarkan kepada kita tentang persamaan derajat manusia. Dalam shalat jama’ah tidak pernah ditonjolkan siapa, derajatnya apa, pangkatnya apa, kekayaannya berapa, dan sebagainya untuk menduduki posisi imam. Yang menjadi kriteria utama untuk yang berhak menjadi imam adalah kualitas agama atau ketakwaannya kepada Allah Swt., bukan ukuran duniawi. Ini mengajarkan bahwa manusia itu di hadapan Allah adalah sama, dan yang membedakan di antara mereka adalah ketakwaannya saja.
3.      Shalat jama’ah juga mengajarkan tentang kepatuhan seorang Muslim kepada pimpinannya. Dalam shalat jama’ah makmum harus selalu mengikuti imam selama imam tidak melakukan kesalahan, namun jika imam melakukan kesalahan makmum harus mengingatkannya dan imam harus memperhatikan peringatan makmum tadi. Jika sudah diingatkan, imam tetap tidak mengindahkannya, maka makmum tidak perlu mengikuti imam lagi dan boleh memisahkan diri dari jama’ah shalat. Jadi, dalam bermasyarakat, kepatuhan seorang Muslim kepada pemimpinnya adalah suatu keharusan selama pemimpin itu layak diikuti dan tidak melakukan kesalahan. Jika ia melakukan kesalahan harus diingatkan agar kembali kepada jalan yang benar. Jika diingatkan tetap tidak mengindahkannya, maka seorang Muslim tidak perlu taat kepada pemimpin tersebut.
4.      Shalat jama’ah mengajarkan kepada umat Islam akan pentingnya persatuan dan kesatuan. Kekuatan umat Islam terletak pada kuatnya persatuan dan kesatuan di antara mereka. Hal ini terlihat dalam praktik shalat jama’ah.

                                               


1 komentar:

  1. Man Titanium Art | TITaniumART | TITaniumarts
    Man trekz titanium Titanium Art is an amazing benjamin moore titanium project with a full selection of high quality art is titanium expensive that titanium mokume gane will bring titanium mig 170 you timeless themes.

    BalasHapus