NAMA : SAPRIADI
NIM :151.111.048
KLS : VI Fiqih A PAI
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
(RPP)
Sikanatuan pendikan
|
:
|
Pendidikan
Agama Islam
|
Kelas/Semester
Satuan bahasan
Pertemuan
Alokasi Waktu
|
:
:
:
:
|
3
(Tiga)
Memahami tatacara shalat jama’ah dan
munfarid (sendiri).
2 (Kedua)
2 x 60 Menit
|
|
|
|
A. KOMPETENSI
DASAR
Mempraktikkan
shalat jama’ah dan shalat munfarid (sendiri)
B. INDIKATOR KOMPETENSI
- Siswa dapat memahami tatacara shalat jama’ah dengan percaya diri dan santun.
- Siswa dapat memahami tatacara shalat munfarid dengan percaya diri dan santun.
- Siswa dapat mempraktikkan shalat jama’ah dengan percaya diri dan disiplin.
- Siswa dapat mempraktikkan shalat munfarid dengan percaya diri dan disiplin.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Mempraktikkan
shalat jama’ah dan shalat munfarid (sendiri)
D. MATERI PEMBELAJARAN
1.
Tatacara
shalat jama’ah.
2.
Tatacara
shalat munfarid
3.
Praktik
shalat jama’ah dan munfarid
E.
METODE PEMBELAJARAN
- Membaca buku
- Diskusi
- Presentasi
4.
Tanya
jawab
5.
Praktik
F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Kegiatan membuka (15 menit)
a.
Memberi
salam dan memulai pelajaran dengan membaca basmalah dan berdoa.
b.
Motivasi:
-
Peserta didik diminta untuk
berpikir sejenak tentang shalat , lalu ditanya: “Apakah Kalian sudah melakukan
shalat ?”
c.
Guru
menginformasikan tujuan pembelajaran.
- Kegiatan inti (80 Menit)
a.
Peserta
didik dibagi dalam empat kelompok.
b.
Masing-masing
kelompok diberi tugas untuk mendiskusikan:
-
Kelompok
1: Tatacara melaksanakan shalat jama’ah
-
Kelompok 2: Tatacara melaksanakan
shalat munfarid
-
Kelompok
3: Langkah-langkah untuk melaksanakan
shalat jama’ah
-
Kelompok
4: Langkah-langkah untuk melaksanakan
shalat munfarid
- Setiap kelompok membuat laporan hasil diskusinya lalu mempresentasikannya di depan kelas dan kelompok lain memberikan tanggapan sehingga semua berhasil merumuskan tatacara dan langkah-langkah pelaksanaan shalat jama’ah dan munfarid.
- Guru menunjuk seorang siswa untuk mempraktikkan shalat Maghrib secara munfarid (sendiri) di depan kelas dan siswa-siswa lainnya diminta untuk mengamatinya.
- Setelah itu guru meminta siswa untuk memberikan komentar mengenai praktik shalat munfarid tadi.
- Guru meminta lima orang maju ke depan untuk mempraktikkan shalat Maghrib berjama’ah dan siswa-siswa lainnya memperhatikan praktik shalat jama’ah tersebut dan diminta komentarnya.
- Penutup (15 menit)
-
Guru
bersama siswa menyimpulkan pelajaran
-
Penilaian
G. SUMBER
DAN MEDIA PEMBELAJARAN
a. Alat
dan media : Peserta didik
b. Sumber
belajar :
- Buku-buku tentang shalat, khususnya shalat jama’ah
- Buku Ajar (Paket) Pendidikan Agama Islam untuk SMP Kelas VII
- Peserta didik
H. PENILAIAN
PROSES DAN HASIL BELAJAR
1. Tehnik
penilaian proses :
Perbuatan
2. Tehnik
penilaian hasil :
Ulangan harian
3. Kunci
dan pedoman penilaian : Soal
Mengwtahui,
Kepala
sekolah
Dr.
Achsanuddin M.Pd
NIP.150.196.901
|
Mataram 7
Afril
guru
Sapriadi
NIP.15111048
|
BAHAN AJAR
SHALAT JAMA’AH DAN MUNFARID
A. Pengertian Shalat
Jama’ah dan Shalat Munfarid
Shalat bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu sendirian dan berjama’ah. Shalat
sendirian sering disebut dengan shalat munfarid. Shalat bersama
atau shalat jama’ah adalah shalat yang dikerjakan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama dengan cara salah seorang menjadi imam dan lainnya
menjadi makmum dengan syarat-syarat tertentu.
Tatacara pelaksanaan shalat munfarid sama seperti tatacara pelaksanaan
shalat pada umumnya seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Yang
perlu diperhatikan terkait dengan shalat munfarid adalah tatacara dan
langkah-langkah shalat pada umumnya (shalat wajib), juga persyaratan dan rukun
shalat, serta gerak-gerik dan bacaan-bacaan shalat.
Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa shalat jama’ah hukumnya sunnah muakkad, artinya
shalat jama’ah sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sebagian ulama lainnya ada
yang berpendapat hukum shalat jama’ah adalah fardlu ‘ain dan sebagiannya lagi
fardlu kifayah. Dalam al-Quran dijelaskan bahwa Nabi Saw. melakukan shalat
jama’ah beserta para sahabatnya dengan beliau menjadi imam dan para sahabat
menjadi makmumnya. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:
وَإِذَا
كُنْتَ فِيْهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِنْهُمْ
مَعَكَ (النساء:
102).
Artinya: “Apabila
engkau (Nabi Saw.) beserta mereka dalam peperangan, sedang engkau hendak
melakukan shalat dengan mereka, maka hendaklah sebagian mereka berdiri untuk
shalat bersama engkau.” (QS. an-Nisa’ (4): 102).
Dilihat
dari keutamaannya, shalat jama’ah jauh lebih utama dibandingkan dengan shalat
sendirian (munfarid). Keutamaan shalat jama’ah ini dijelaskan oleh Nabi
Muhammad Saw. dalam salah satu hadits sebagai berikut:
صَلاَةُ
اْلجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ اْلفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً (رواه
البخاري ومسلم عن ابن عمر).
Artinya: “Shalat
jama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan keutamaan dua puluh tujuh
derajat.” (HR.
al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar).
Dari
hadits di atas jelaslah bahwa shalat jama’ah lebih utama dibandingkan dengan
shalat sendirian, dengan keutamaan yang sangat tinggi, yakni 27 kali lipat
shalat sendirian. Shalat jama’ah bisa dilaksanakan di masjid, mushalla, atau
tempat-tempat lain, tetapi yang paling utama adalah di masjid. Shalat jama’ah
di masjid jauh lebih utama dibandingkan dengan shalat jama’ah di rumah.
Hadits-hadits Nabi banyak yang mengisyaratkan tentang keutamaan shalat jama’ah
di masjid, seperti sabda Nabi Saw.:
لاَصَلاَةَ
لِجَارِ اْلمَسْجِدِ إِلاَّ فِى اْلمَسْجِدِ (رواه الدارقطنى
والجابر والحاكم عن أبى هريرة).
Artinya: “Tidak (sempurna) shalat bagi tetangga masjid kecuali di
masjid.” (HR. ad-Daruquthni,
Jabir, dan al-Hakim, dari Abu Hurairah).
Nabi Saw. juga bersabda:
مَنْ
سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يُجِبْ بِغَيْرِ عُذْرٍ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ (رواه
أحمد).
Artinya: “Barang
siapa mendengar seruan azan, lalu dia tidak menjawab (memenuhi seruannya),
dengan tanpa uzur, maka tidak (sempurna) shalatnya.” (HR.
Ahmad).
Dari dua
hadits di atas, jelaslah bahwa Nabi sangat menganjurkan shalat jama’ah di
masjid, terutama bagi kaum Muslim yang tinggal di sekitar masjid, atau yang
dapat mendengar seruan azan. Dari sini juga sebagian ulama mewajibkan shalat
jama’ah di masjid bagi siapa yang mendengar seruan azan, dan jika dia melakukan
shalat di rumah, maka dia akan berdosa, dan shalatnya dinilai tidak sempurna.
B.
Syarat Shalat Jama’ah
Untuk
sempurnanya shalat jama’ah, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat ini terutama terkait dengan imam dan makmum yang merupakan bagian
pokok dari shalat jama’ah. Posisi imam berada di
depan dan makmum berada di belakangnya. Dalam shalat jama’ah ini imam dan
makmum harus berada dalam satu tempat.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi bagi imam dalam shalat jama’ah
adalah seperti berikut:
1.
Imam hendaklah orang
yang memiliki pengetahuan agama yang lebih dibanding makmumnya.
2.
Imam hendaklah orang yang lebih fasih
bacaan al-Quran.
3.
Imam hendaklah orang yang memahami
ketentuan-ketentuan shalat.
4.
Imam hendaklah orang yang berakhlak mulia
sehingga tidak dibenci oleh makmumnya.
5.
Imam hendaklah orang yang lebih tua di
antara jama’ah.
6.
Imam hendaklah berdiri
di depan makmum.
7.
Imam hendaklah
orang yang tidak terpengaruh dan tidak mengikuti orang lain.
8.
Imam hendaklah memperhatikan shaf (barisan)
makmum/jama’ah.
9.
Imam hendaklah berniat menjadi imam,
meskipun tidak wajib.
10. Jika
jama’ahnya terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka imamnya harus laki-laki.
Orang perempuan boleh menjadi imam jika jama’ahnya hanya terdiri dari kaum
perempuan.
Sedang
persyaratan yang harus dipenuhi oleh makmum dalam shalat jama’ah adalah seperti
berikut:
1.
Makmum harus berniat menjadi makmum.
2.
Makmum hendaklah
mengetahui dan mengikuti gerak-gerik imam.
3.
Makmum hendaklah mendengar bacaan imam.
4.
Makmum tidak boleh mendahului imam.
5.
Makmum harus berada satu tempat dengan
imam.
6.
Makmum harus berdiri di belakang imam.
7.
Makmum harus melaksanakan shalat yang sama
dengan imam.
8.
Jika imam selesai membaca surat al-Fatihah yang dikeraskan, makmum
hendaklah membaca amin dengan suara keras.
9.
Makmum hendaklah membaca semua bacaan
shalat dengan suara pelan (tidak keras), kecuali bacaan amin.
10. Makmum
laki-laki tidak dibolehkan mengikuti imam perempuan.
11. Salah
seorang makmum harus menggantikan kedudukan imam dengan berdiri di depan, jika
imam batal shalatnya.
12. Makmum
berkewajiban mengingatkan imam yang lupa, bagi makmum laki-laki dengan
mengucapkan tasbih (membaca سُبْحَانَ
اللهِ) dan bagi
makmum perempuan dengan bertepuk tangan.
C.
Hal-hal Penting dalam Shalat
Jama’ah
Di samping
persyaratan penting dalam shalat jama’ah seperti di atas, masih banyak hal yang
penting yang harus diperhatikan dalam melakukan shalat jama’ah. Di antara
hal-hal penting tersebut adalah seperti berikut:
1. Dalam
melakukan shalat jama’ah, semakin banyak jama’ahnya akan semakin baik.
2. Makmum
yang mengikuti shalat jama’ah sejak awal atau bersamaan dengan imam (muwafiq)
lebih baik daripada makmum yang ketinggalan rekaat pertama imam (masbuq).
3. Imam
hendaklah memperpendek bacaan al-Qurannya, kecuali jika makmum menghendaki
bacaan yang panjang.
4. Susunan
shaf (barisan) bagi makmum, jika makmumnya hanya seorang, hendaklah berdiri di
sebelah kanan imam dan agak ke belakang sedikit. Jika datang seorang lagi untuk
ikut berjama’ah hendaklah berdiri di sebelah kiri imam, lalu imam maju ke depan
atau kedua makmum itu mundur ke belakang.
5. Jika
susunan jama’ahnya ada anak-anak dan kaum perempuan, maka susunannya adalah
sebagai berikut:
a. Shaf
pertama (bagian depan) diisi oleh jama’ah laki-laki dewasa
b. Shaf kedua
(bagian tengah) diisi oleh jama’ah anak-anak, yang laki-laki di depan yang
perempuan.
c. Shaf
ketiga (bagian belakang) diisi oleh jama’ah perempuan.
6.
Secara umum, makmum ada dua macam, yaitu
makmum yang mengikuti imam sejak awal/takbiratul ihram (makmum muwafiq)
dan makmum yang ketinggalan rekaat pertama imam (makmum masbuq). Bagi
makmum masbuq, ketentuannya seperti berikut:
a. Makmum masbuq
harus bertakbir dan niat mengikuti imam lalu langsung mengikuti gerak-gerik
imam. Terkait dengan ini Nabi Saw. bersabda:
مَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا
فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا (رواه البخاري
ومسلم).
Artinya: “Bagaimanapun
keadaan imam yang kamu dapatkan, maka hendaklah kamu ikuti, dan yang
ketinggalan hendaklah kamu sempurnakan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
b. Jika ia
mengikuti imam pada rekaat pertama, maka hendaklah ia langsung takbir dan
membaca surat
al-Fatihah. Jika belum selesai membaca al-Fatihah, imam melakukan ruku’, maka
segeralah ia ikut ruku’, dan ini sudah dihitung mendapat satu rekaat.
c. Jika ia
mendapatkan ruku’ bersama imam pada rekaat pertama meskipun sebentar (asal
mendapatkan thuma’ninah/sempurna), maka ia dianggap mendapatkan satu rekaat dan
salamnya bersamaan dengan imam.
d. Jika ia
mengikuti imam setelah ruku’ rekaat pertama, maka ia harus menambah kekurangan
rekaatnya setelah imam melakukan salam.
Terkait
dengan ini Nabi bersabda:
إِذَا جِئْتُمْ
إِلىَ الصَّلاَةِ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَعُدُّوْهَا شَيْئاً
وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ (رواه ابن ماجه).
Artinya: “Apabila
kamu datang ke tempat shalat sedang kami (Nabi) sedang bersujud, maka sujudlah
kamu dan janganlah kamu menghitung apa-apa. Barang siapa mendapatkan satu
rekaat maka sesungguhnya ia mendapatkan shalat (yang lengkap).” (HR. Abu
Daud).
D.
Halangan Shalat Jama’ah
Pada
prinsipnya shalat jama’ah sangat dianjurkan oleh Nabi Saw., namun karena
beberapa hal (halangan) shalat jama’ah boleh kita tinggalkan. Hal-hal yang
membolehkan kita untuk tidak (yang menghalangi kita) melakukan shalat jama’ah
adalah seperti berikut:
1. Karena
hujan lebat sehingga menghalangi kita untuk datang ke tempat shalat jama’ah.
2. Karena
angin topan atau udara terlalu dingin.
3. Karena
sakit yang menyusahkan kita datang ke tempat shalat jama’ah.
4. Karena
lapar dan haus, padahal makanan sudah dihidangkan.
5. Karena
baru makan makanan yang baunya kurang sedap.
6. Karena mau
buang air besar atau kecil.
7.
Karena takut ada
bahaya yang menimpa.
E.
Mempraktikkan Shalat Jama’ah
Dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang shalat jama’ah seperti di atas,
dapatlah kalian mempraktikkan shalat jama’ah sebagaimana shalat sendirian (munfarid)
seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya. Untuk mempraktikkan shalat jama’ah
perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Perhatikan
cara-cara mempraktikkan shalat seperti di atas.
2.
Shalat jama’ah
hendaklah diawali dengan adzan dan iqamah. Namun, kalau tidak memungkinkan,
cukup dengan iqamah saja.
3.
Tentukan siapa yang
paling utama untuk menjadi imam sesuai dengan kriteria yang disebutkan di atas.
4.
Dalam shalat jama’ah
ini ada bacaan yang harus dinyaringkan (jahr) dan ada bacaan yang harus
dilirihkan (sirr), terutama oleh imam.
Bacaan yang harus nyaring (jahr)
adalah:
a. Bacaan-bacaan
takbiratulihram, semua takbir intiqal, tasmi’, dan salam
pada semua shalat.
b. Bacaan surat al-Fatihah dan
ayat-ayat al-Quran pilihan pada shalat Subuh serta dua rekaat pertama shalat
Maghrib dan Isya’. Hal ini juga berlaku pada shalat Jum’at, shalat ‘Idain (dua
hariraya), shalat Tarwih, shalat Witir, shalat Gerhana, dan shalat Istisqa’
(minta hujan).
c. Bacaan amin
bagi imam dan makmum sehabis imam membaca surat
al-Fatihah yang dinyaringkan.
Bacaan-bacaan selain yang dinyaringkan
seperti di atas harus dibaca lirih (sirr).
5. Makmum harus selalu mengikuti gerakan imam dan jangan
sampai mendahuluinya.
6. Sehabis salam, imam boleh membaca dzikir dan doa
bersama-sama dengan makmum atau membacanya sendiri-sendiri.
F.
Fungsi Shalat Jama’ah
Di atas
sudah dikemukakan beberapa fungsi shalat secara umum. Di samping itu, dapat
dikemukakan secara khusus fungsi atau hikmah yang dapat diambil dari
pelaksanaan shalat jama’ah, di antaranya sebagai berikut:
1. Shalat
jama’ah memberi pelajaran yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat.
Kita diajarkan bagaimana cara bermasyarakat melalui shalat jama’ah. Dengan shalat
jama’ah kita akan saling bersilaturrahim dan saling mengenal antar saudara
sesama Muslim dan akan memahami keadaan mereka masing-masing. Hubungan di
antara mereka sangat akrab tidak saling bermusuhan, karena mereka bersatu di
bawah seruan dan ajakan sang imam untuk menuju arah yang sama, yakni meraih
keridoan Allah Swt.
2. Shalat
jama’ah juga mengajarkan kepada kita tentang persamaan derajat manusia.
Dalam shalat jama’ah tidak pernah ditonjolkan siapa, derajatnya apa, pangkatnya
apa, kekayaannya berapa, dan sebagainya untuk menduduki posisi imam. Yang
menjadi kriteria utama untuk yang berhak menjadi imam adalah kualitas agama
atau ketakwaannya kepada Allah Swt., bukan ukuran duniawi. Ini mengajarkan
bahwa manusia itu di hadapan Allah adalah sama, dan yang membedakan di antara
mereka adalah ketakwaannya saja.
3. Shalat
jama’ah juga mengajarkan tentang kepatuhan seorang Muslim kepada pimpinannya.
Dalam shalat jama’ah makmum harus selalu mengikuti imam selama imam tidak
melakukan kesalahan, namun jika imam melakukan kesalahan makmum harus
mengingatkannya dan imam harus memperhatikan peringatan makmum tadi. Jika sudah
diingatkan, imam tetap tidak mengindahkannya, maka makmum tidak perlu mengikuti
imam lagi dan boleh memisahkan diri dari jama’ah shalat. Jadi, dalam
bermasyarakat, kepatuhan seorang Muslim kepada pemimpinnya adalah suatu
keharusan selama pemimpin itu layak diikuti dan tidak melakukan kesalahan. Jika
ia melakukan kesalahan harus diingatkan agar kembali kepada jalan yang benar.
Jika diingatkan tetap tidak mengindahkannya, maka seorang Muslim tidak perlu
taat kepada pemimpin tersebut.
4. Shalat
jama’ah mengajarkan kepada umat Islam akan pentingnya persatuan dan kesatuan.
Kekuatan umat Islam terletak pada kuatnya persatuan dan kesatuan di antara
mereka. Hal ini terlihat dalam praktik shalat jama’ah.
Man Titanium Art | TITaniumART | TITaniumarts
BalasHapusMan trekz titanium Titanium Art is an amazing benjamin moore titanium project with a full selection of high quality art is titanium expensive that titanium mokume gane will bring titanium mig 170 you timeless themes.